Globalisasi Dalam Bidang Politik Gudang

Globalisasi Dalam Bidang Politik Gudang

a) Pengertian Globalisasi Politik
Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang meliputi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Konsep globalisasi adalah suatu obyek yang nyata untuk ideologi karena seperti modernisasi yang muncul sebagai pembenaran dari penyebaran kebudayaan barat dan kapitalis. Ide-ide globalisasi akhirnya mengerucut kepada konsep pembangunan.
Dengan bahasa lain dikatakan bahwa globalisasi adalah konsekuensi dari ekspansi penyebaran kebudayaan eropa yang dipaksakan kepada dunia ketiga.
Kedaulatan negara merupakan ide dari proses transformasi bentuk negara di dunia. Ide ini dimulai dari tingkatan non politik, hubungan antar masyarakat sampai kebutuhan untuk mengeksiskan sumberdaya di sebuah negara dan kemungkinan pergantian konsep pemerintahan. Peningkatan hubungan ekonomi dan kebudayaan antar negara mengurangi kekuasaan dan keaktifan pemerintah pada tingkat negara-bangsa dan pemerintahan. Sehingga pemerintah tidak dapat lagi menghegemoni pemikiran dan bentuk-bentuk perekonomian pada wilayahnya. Akhirnya instrumen-instrumen yang telah dibangun pemerintah menjadi tidak efektif.
Kekuatan demokrasi (yang dipahami sebagai kekuatan massa) memakai media partai sebagai corong pembelaan ideologinya. Partai sendiri mencoba untuk mengatur kesejahteraan anggota partainya masing-masing. Untuk itu perlu stabilitas politik yang mantap. Konsep stabilitas politik yang mantap, bukan hanya trade mark penganut Rostowian, fenomena negara-negara komunis pun menunjukkan hal yang serupa.
Sebagai langkah taktis maka negara telah membuat beberapa kerangka kebijakan.Kebijakan tersebut dijabarkan oleh Waters (1995) menjadi pertama pembangunan kapasitas negara itu sendiri, sehingga pemberdayaan swasta menjadi sektor yang penting. Di titik ini negara hanya berperan untuk mancerdaskan masyarakatnya dengan melakukan pendidikan politik. Kedua tempat atau kekuasaan negara menjadi tersembunyi dibalik kekuasaan para birokrat. Ketiga intervensi dari negara cenderung merusak kestabilan dan mekanisme pasar. Keempat negara tidak mampu lagi memberikan kemanan seperti terorisme, sindikat obat-obatan, AIDS dan lingkungan. Kelima
Dengan persekutuan internasional, negara menjadi lebih berbahaya dari keamanan. Hal ini membagi dunia kepada permusuhan dimana komitmen pengadaan teknologi militer mempunyai satu tujuan.
Globalisasi politik ini menjadikan negara mengalami disetisasi atau pelemahan negara. Kelompok pendukung negara mulai melokal. Komunitas perdagangan menjadi mengecil dan digantikan oleh kepentingan lokal dan menjadi inisiatif warga negara.
Akibat globalisasi, ada beberapa masalah yang dulu dianggap lokal menjadi masalah global. Isu masalah ini sangat sensitif dan krusial, sehingga sering kali mengundang intervensi dari suatu negara ke negara lain. Padahal setiap negara mempunyai hak yang absolut untuk menentukan otonomi dari suatu negara.
Masalah hak-hak manusia (atau disebut dengan etatocentric) akan membawa dan mengangkat kemampuan manusia untuk melawan kedaulatan negara. Pelembagaan etatosentrik dari legal secara politik sampai kepada ekonomi telah memberikan kesempatan kepada porsi nilai-nilai kemanusiaan dalam pembangunan. Dalam posisi ini negara harus tunduk kepada beberapa konvensi hak asasi manusia dan beberapa turunannya dalam konvensi hak PBB. Implikasinya, sebuah negara harus bersikap demokratis dan siap untuk merubah beberapa kebijakan yang melanggar etatosentrik. Internasionalisasi etatosentrik lebih cenderung mengambarkan keberpihakan politik negara maju kepada negara dunia ketiga.
Isu lingkungan hidup menggambarkan kecemasan dunia barat terhadap ‘perilaku’ negara dunia ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global, polusi, efek rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik negara maju dalam mengatur kebijakan politik dan ekonomi negara dunia ketiga. Sebuah bantuan (baca : hutang) luar negeri negara dunia ketiga, acap kali dibumbui proposal lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi negara investor. Standarisasi ini menjadikan negara dunia ketiga menjadi tidak independen dalam menentukan sikap politik negara masing-masing.
Kebutuhan akan agenda dan masalah bersama di antara negara-negara di dunia mengerucut kepada ide untuk membentuk organisasi internasional. Konsensus dari organisasi internasional ini telah membawa kesadaran kolektif beberapa negara tehadap permasalahan yang dihadapinya. Sebuah pembangunan di kawasan akan berhadapan dengan perbedaan budaya, kebutuhan dan cara pandang suatu negara terhadap sikap sosial, politik, ekonomi, budaya sampai pertahanan dan kemanan.
Komunitas professional juga mempunyai kebutuhan bersama terhadap ratifikasi traktat atau konvensi yang diberikan oleh PBB. Pada akhirnya, jaringan organisasi ini lebih mudah untuk digunakan dari pada kemampuan kekuatan diplomatik antara negara.
Fenomena cukup menarik ditunjukkan bahwa globalisasi politik berimplikasi pada model hubungan internasional, secara spesifik dengan globalisasi tiga dunia (kapitalis, sosialis maupun dunia ketiga) dapat bersatu. Perang dingin telah menjadi sejarah, dan kepentingan untuk membentuk dunia baru telah menjadi kepentingan bersama. Interpretasi dari analisis ini ditunjukkan Waters (1995). Pertama pembangunan liberalisasi demi menunjukkan meleburnya kekuatan super power (pasca Soviet). Kedua Kemenangan USA dalam perang dingin dan perang di Kuwait (dan terbaru di Afghan) merupakan kombinasi antara negara adi daya militeristik dengan negara yang kuat pendanaan. Ketiga kepentingan dunia yang multipolar telah berganti menjadi model hubungan internasional
Analisis budaya politik dibangun oleh Fukuyama (1992) dan Huntington (1991). Nilai dan budaya politik akhirnya mengerucut kepada kebutuhan akan kesamaan cara pandang dalam memahami hubungan antar negara. Implikasinya setiap negara kembali menguatkan tradisi nasionalnya agar tetap mampu bersaing dalam dunia global.
Soros (2001) menilai kekuatan budaya negara dan bangsa seperti etika confusian akan memenangkan pertarungan dalam globalisasi ini. Namun pertarungan antara kepentingan pribadi dan kapitalis akan berhadapan dengan kepentingan bangsa atau kepentingan publik. Di sinilah perdebatan antara kapitalisme dan demokrasi.Untuk itu perlu kombinasi yang kuat antara system kapitalisme dengan nilai demokrasi sebuah negara. Hegemoni negara adi daya yang akan memainkan peran ini.
b) Implikasi Globalisasi Politik Terhadap Negara Dunia Ketiga
Dalam kasus beberapa negara, terlihat bahwa globalisasi mau tidak mau akan membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap negara-negara di dunia ketiga. Masalah pembangunan adalah isu sentral dalam globalisasi. Perdebatan tentang globalisasi ini dapat dilihat dalam Giddens (1995), yaitu budaya politik sampai konsep keluarga.
Dalam konteks budaya Giddens mencontohkan pergeseran tradisi karena modernisasi. Tradisi adalah hasil dari proses penciptaan manusia dimana faktor kekuasan sangat memegang peran terhadap perubahan tersebut. Para pemimpin, Kaisar, Raja bahkan pemuka agama menciptakan tradisi untuk membenarkan diri mereka sendiri dan membangun legitimasi bagi kekuasaannya.
Realitas dunia melahirkan beberapa kombinasi antara tradisi dengan ilmu pengetahuan. Banyak kasus seperti di India pada tahun 1995. Pada saat itu dibangun opini bahwa para dewa juga meminum susu implikasinya adalah pada hari itu dan hari kemudian terjadi sebuah fenomena dimana banyak orang yang mempersembahkan susu dihadapan patung atau gambar dewa-dewi. Teknologi dan pengaruh para pemuka agama menjadikan ketika fenomena pemberian susu menjadi sebuah tradisi baru.
Dalam kebijakan dan teori ekonomi pembangunan, dapat dilihat implikasi teori pembangunan terhadap negara dunia ketiga atau negara-negara selatan.Implikasi kebijakan pembangunan ini dapat dipetakan secara lebih mikro untuk ukuran benua. Negara-negara di Amerika Latin termasuk negara-negara yang memiliki hutang besar pada bank-bank internasional, kondisi ini disebabkan kebijakan penguasa yang tidak menghasilkan peningkatan kapasitas produktif. Negara-negara Amerika Latin lebih cenderung untuk berhadapan dengan kondisi internalnya sendiri, seperti masalah demokratisasi yang berhadapan dengan diktator militer. Setelah kediktatoran hancur, dilema baru datang yaitu kebijakan ekonomi yang tidak diikuti dengan kebijakan politik. Sehingga negara-negara ini membutuhkan “dokter” yang dapat menyembuhkan mereka, dokter itu adalah IMF.
Implikasi dari industrialisasi membuat negara-negara di Afrika harus mengejar GNP dan devisa negara. Rostowian telah membuat syarat yaitu stabilisasi politik dan keamanan. Sehingga anggaran negara lebih banyak diutamakan dalam membangun kekuatan militer. Untuk itu banyak negara-negara di Afrika yang menggenjot industrialisasi dan mencoba membangun ketahanan pangan. Revolusi hijau telah membuat keberhasilan semu dalam peningkatan jumlah pangan. Keberhasilan dari industrialisasi dan modernisasi (plus stabilisasi) membuat negara-negara Afrika ‘berhasil’ dalam penggenjotan devisa. Namun, kondisi ini ternyata menyempitkan jumlah petani dan eksplorasi tanah. Industrialisasi dan modernisasi telah memakan korbannya kembali
Kasus di Asia banyak sekali permasalahan pangan dan hutang negara. Fenomena yang paling mendasar selain kedua masalah di atas adalah masalah etnis. Kasus etno politik seperti di Sri Lanka, Tibet, Kashmir dan Ambon telah menjadikan kasus ini menjadi akut. Paradigma pembangunan yang menjadi masalah dalam konteks ini adalah perubahan dari ekonomi non dinamis yang diregulasi dan diproteksi dimana keberpihakan penguasa pada salah satu etnis menjadikan sistem ekonomi tidak lancar. Kasus ini memicu disintegrasi sosial, sehingga dibutuhkan kembali identifikasi etnis, jati diri bangsa dan teritorial.
ASEAN komponen organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara mempunyai hubungan politik, geografis dan budaya. Masalah etnis dan hutang negara telah menjadi maslaha bersama. Untuk kasus etnis terdapat maslaah antara etnis dengan penguasa negara, seperti etnis Pattani di Thailand, Moro di Filipina, Melayu dan India di Singapura, Jawa, Bugis di beberapa tempat dalam kawasan Indonesia. Penyikapan masalah hutang negara juga sangat berbeda. IMF sangat bermain kuat di Indonesia dan Thailand, padahal kesadaran arus bawah terhadap perilaku IMF yang merugikan negara ini sudah jelas. Rezim Thailand yang baru sudah berani untuk mengungkapkan bahwa kebutuhan akan kembali ke identitas nasional dan menolak secara halus IMF.
Globalisasi di bidang politik juga memberikan dampak terhadap perubahan perpolitikan dunia , khususnya akhir akhir ini seperti diberitakan oleh para media Internasional yakni kasus demonstrasi yang menuntun pemerintah Tiongkok untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Tibet yang berujung pada sebuah demonstrasi berdarah.
Kasus Tibet menimbulkan keprihatinan sebab di tengah adanya slogan perdamaian yang digembor gemborkan oleh PBB pada abad ke-21 ini masih ada segelintir masyarakat yang menuntut kemerdekaannya.Kasus ini menimbulkan geram sebagaian masyarakat dunia yang menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan merdeka dalam hidup.Namun kegeraman ini seakan akan menutup mata pemerintahan Komunis China yang terkenal kejam.Pemerintah komunis China saat ini juga menambah kecemasan pihak pihak masyrakat dunia khususnya Amerika Serikat karena dinaikkannya anggaran belanja militer China 84,9 miliar dollar tahun lalu untuk anggaran militer, atau naik 10 persen dibanding tahun sebelumnya untuk pembelian Tank.Peningkatan anggaran belanja ini tentunya menimbulkan kecurigaan bahwa China akan bersikukuh untuk mempertahankan wilayah Tibet dan tetap melakukan segala hal untuk menghindari demonstrasi massa Tibet yang lebih besar lagi.Pemerintah komunis China juga akan bersikap keras terhadap isu Tibet karena terkait kedudukannya di wilayah Tibet di mana untuk menghapuskan pengaruh Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual Rakyat Tibet.
Implikasi dari adanya globalisasi politik yang dalam hal ini melibatkan negara Mao Zedong yaitu munculnya tuntutan kebebasan demokrasi pada tahun 1989. Peristiwa berdarah yang dikenal dengan “Peristiwa Tiananmen” tersebut berakhir dengan bentrokan dengan aparat keamanan yang menewaskan ribuan mahasiswa dan pemuda.Pemberontakan ini sedikit membawa angin demokratisasi sehingga membuat China saat ini dapat dikatakan sebagai negara Super Power baru.
Di Filipina, rakyat melakukan gerakan sosial (people power) dan berhasil menggulingkan rezim diktator Ferdinand Marcos pada tahun 1986. Pada tahun 1991, politik apartheid dihapuskan di Afrika Selatan. Perubahan yang sama juga terjadi di Eropa Timur, rakyat melakukan demonstrasi menggulingkan rezim komunis yang berkuasa. Kasus serupa juga terjadi di Indonesia, yaitu dengan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998.
Sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat satu isu yang amat menarik untuk dianalisa.Adanya demonstrasi beberapa masyarakat di wilayah Timur Tengah yang mengundang perhatian masyarakat dunia dikarenakan gelombang demonstrasi ini menyambar ke beberapa negara bukan hanya melibatkan satu negara saja.Bahkan akhir akhir ini timbul istilah “ Arab Spring “ yang mengacu kepada adanya gelombang demonstrasi beberapa negara Timur Tengah yang menuntut diberlakukannya sistem pemerintahan yang demokrasi yang memperhatikan hak hak kaum sipil.Dan yang lebih menarik lagi faktor pendorong secara eksternal berseminya “Arab Spring “ adalah peran dari globalisasi dalam tekhnologi yang makin hari semakin dikuasai orang banyak.
Demonstrasi besar besaran masyarakat Mesir tak lepas dari adanya peran globalisasi tekhnologi sehingga berdampak pada globalisasi politik.Rakyat Mesir melakukan demonstrasi menuntut ditegakkannya demonstrasi di Negeri para Firaun karena telah mengetahui berhasilnya aksi demonstrasi rakyat Tunisia yang menuntut dijatuhkannya rezim Ben Ali.
Karena peran Media massa seperti Internet dan televisi,rakyat Mesir bersatu untuk melakukan aksi serupa dengan turun ke jalan jalan khususnya ke daerah Tahrir Square di mana konsentrasi massa berkumpul untuk menuntun diturunkannya Husni Mubarak dari jabatanya yang hampir genap 30 tahun.Berhasilnya aksi yang dilancarkan rakyat Mesir mengundang simpati masyarakat dunia namun juga mengundang rasa kesadaran masyarakat dunia bahwa globalisasi khususnya dalam bidang politik memudahkan ideologi demokrasi di dunia ini.Akibat dari aksi rakyat Mesir , beberapa negara seperti Libya,Yaman,Bahrain dan Suriah juga turut melakukan aksi serupa demi ditegakkannya demokrasi di wilayah Timur Tengah

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. KUMPULAN TUGAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by free templates blogger
Proudly powered by Blogger